Cerita Seks Dewasa Menembus Batas Klimaks Part I
Cerita Seks Dewasa Menembus Batas Klimaks Part I
Cerita Seks Dewasa Menembus Batas Klimaks Part I – Sudah lama aku mengenal tamuku yang bernama sebut saja Angga, seorang chinese yang bekerja sebagai pemasaran di Maspion, dia merupakan salah satu tamu langgananku yang pada mulanya adalah teman biasa di bisnis jual beli mobil bekas, pekerjaan “sampingan” sekaligus kamuflase.
Cerita Seks Dewasa Menembus Batas Klimaks Part I
Bercerita Sex – Dia mengetahui profesiku yang lain secara kebetulan tak kala diajak teman temannya untuk “hunting”, dan ternyata salah satu gadis yang dibooking adalah aku, melalui seorang GM, jadi aku tidak menyangka sama sekali kalau “kepergok” seperti ini, begitu juga diapun tak menyangka bertemu aku dalam posisi seperti ini. Tentu saja kami berdua terkejut tapi sama-sama tak mungkin mengelak.
Aku kenal istri dan keluarganya, termasuk adik-adiknya karena kami memang sangat dekat. Sungguh suatu keadaan yang sama sekali lain dan tidak disangka sebelumnya, aku merasa begitu rikuh dan kulihat dia juga mengalami hal yang sama. Ingin rasanya aku lari keluar kembali ke mobilku, tapi tentu saja si GM akan kecewa dan mencoretku dari daftarnya, padahal GM itu banyak memberi orderan dan aku tak ingin hal itu terjadi. Harapan satu satunya adalah aku tidak melayaninya.
Dia ditemani kedua temannya begitu juga aku dengan 2 gadis lain yang dikirim oleh GM yang sama. Saat kami dikenalkan satu persatu, tertangkap sorot mata aneh menatapku tajam, aku tak bisa menerjamahkan sorot mata itu, dengan tersipu malu dan wajah bersemu merah aku memalingkan tatapanku dari sorotnya, tak sanggup melawannya.
Tanpa memberi kesempatan teman temannya, dia langsung memilih aku, membuatku semakin bertambah rikuh, rasanya tak mungkin melakukan dengan orang yang selama ini kukenal sebagai seorang teman dalam batas pertemanan, tak tega rasanya menghianati Silvi, istrinya yang kuanggap sebagai seorang teman.
Berenam kami menuju ke Stasium di Tunjungan Plaza, sepanjang jalan aku dan Angga terdiam tanpa bicara, sejuta kecamuk dalam pikiran kami masing masing, tak tahu harus mulai dari mana. Sungguh berbeda dengan kedua temannya yang banyak canda dan tawa dengan kedua gadisnya.
Aku tahu bahwa aku harus bertindak profesional, tapi dalam bisnis ini, emosi dan perasaan tetap memegang peranan yang besar, itu manusiawi.
Keadaan sedikit tertolong karena dia harus nyetir BMW-nya sehingga kekakuan kami tidak terlalu terbaca teman temannya, mereka pasti pikir si Angga diam karena konsentrasi pada setirannya, mereka tentu tidak memperhatikan bahwa tak sejengkalpun tubuhku disentuhnya, tidak seperti mereka yang dibelakang yang tangannya sudah menggerayang ke seluruh tubuh pasangannya masing masing.
Detak pekik House musik dan geliat birahi para pengunjung di lantai dance tak mampu mencairkan kekakuan di antara kami, bahkan saat lagu “Lemon Tree” kesukaanku berkumandang nyaring, tetap tak mampu menggerakkan kakiku menuju lantai dansa, begitu kaku, begitu juga Angga yang tak berani mengambil inisiatif mengajakku turun, kalau saja dia mengajakku pasti aku tak kuasa untuk menolak tapi hal itu tak terjadi. Padahal sudah sering kali aku turun sama dia saat bersama istrinya ke diskotik.
Butir butir extasi yang mereka bagikan, hanya kugenggam di tanganku. Kami sama sama terpaku membeku dalam panasnya alunan hentakan house music.
Pukul 01.00 kami meninggalkan diskotik menuju Hotel Tunjungan yang hanya bersebelahan dengan komplek pertokoan itu. Tiga jam yang panjang kualami penuh kebekuan, tak seujung rambutpun dia menyentuhku apalagi mencium atau meraba tubuhku, meskipun kesempatan itu sangat luas terbentang.
Ketika kami memasuki kamar masing masing, kekakuan diantara kami masih ada bahkan terasa semakin membeku. Aku tak tahu harus berbuat apa.
“Aku nggak nyangka kalau kita bisa bertemu dalam keadaan seperti ini” katanya setelah menyalakan Marlboronya, inilah kata pertama yang ditujukan padaku sejak ketemu 4 jam yang lalu.
“Aku juga” jawabku singkat sedikit bergetar, keringat dingin mulai membasahi telapak tanganku, kebiasaan kalau aku dalam keadaan gugup. “Selanjutnya gimana nih” tanyanya, entah pura pura atau memang karena rikuh. “Terserah kamu saja, aku ikut” jawabku masih bergetar.
Angga beranjak dari tempat duduknya menghampiriku, dia duduk disampingku, jantungku berdetak kencang dan semakin kencang saat dia memelukku. Bukan pertama kali dia memelukku seperti ini, bahkan mencium pipiku pun sudah sering dia lakukan meskipun di depan istrinya, tapi semua itu tentu saja dalam konteks yang lain.
Aku hanya diam saja sambil meremas tanganku semakin erat ketika dia mulai mencium pipiku, sungguh terasa lain ciumannya dibandingkan sebelum sebelumnya, ada getaran aneh menyelimuti hatiku, kembali aku tak tahu harus berbuat apa.
Ciuman Angga sudah menyusur ke leharku, kurasakan tangannya gemetar saat mulai mengelus elus buah dadaku, jantungku semakin berdetak kencang saat tangan gemetar itu menyusup dibalik kaosku, terasa dingin ketika menyentuh kulit buah dadaku.
Sesaat aku hanya terdiam saat bibirnya mulai menyentuh bibirku, dilumatnya dengan lembut bibir merahku sembari menuntun tanganku ke selangkangannya, terasa menegang. Tanpa kusadari ternyata dia sudah membuka resliting celananya hingga tanganku langsung menyentuh kejantanannya yang masih terbungkus celana dalam.
Aku mulai membalas kulumannya ketika tanganku sudah menyusup dibalik celana dalamnya dan mulai meremas remas kejantanan sobatku ini.
Menit menit selanjutnya terlupakan sudah siapa Angga sebelumnya, terlupakan sudah si Silvi istrinya yang cantik, aku kembali berada dalam duniaku, seorang gadis panggilan yang sedang bekerja memuaskan tamunya, meskipun demikian aku masih tak tega memandang wajah gantengnya, setiap kali kulihat wajahnya aku selalu teringat akan istrinya, jadi aku selalu berusaha untuk memalingkan wajahku atau memejamkan mata saat wajah kami berhadapan.
Harus kuakui ternyata Angga seorang yang sabar dan romantis, kuluman pada bibir dan putingku serasa begitu nikmat dan penuh perasaan, akupun tanpa malu mulai mendesah nikmat dalam buaian sobatku.
Perlu hampir 1 jam bagi kami untuk saling menelanjangi, tubuh bugil kami sudah beralih ke atas ranjang, Angga melanjutkan ciumannya pada sekujur tubuhku tapi tampaknya masih ada keraguan untuk menjilati selangkanganku, begitu juga aku, seakan ada penghalang yang mencegahku mengulum kontolnya.
Ketika tubuh telanjangnya hendak menindihku, tiba tiba terdengar bunyi telepon. Dengan agak malas dia mengangkat telepon, rupanya teman temannya telah lama menyelesaikan satu babak, padahal kami baru akan mulai. Mereka menanyakan apakah akan melanjutkan hingga pagi, dia menanyaiku dan kujawab terserah. Akhirnya diputuskan untuk nginap.
Sebelum kembali ke pelukanku, Angga mengambil HP dan menghubungi istrinya untuk memberitahu kalau dia pulang pagi dengan alasan menemaniku di diskotik, entah apa dalam benak Silvi karena tidak ada iringan musik pada backgroundnya. Kami memang sering ke diskotik sama sama hingga menjelang pagi jadi bukan sekali ini Angga pulang pagi. Dia memberikan HP-nya kepadaku.
“Hai Wen, sorry malam ini aku pinjam suamimu tanpa permisi” kataku. “Ya udah, tolong jaga dia jangan sampai lupa pulang, yang penting pulang dengan selamat biar dengan botol kosong” katanya ditutup dengan ketawa ciri khasnya, kami memang sudah biasa bergurau bebas, aku jadi semakin merasa bersalah melihat begitu percayanya dia padaku. Tapi ini adalah bisnis bukan aku berselingkuh dengan suaminya tapi dia yang mem-bookingku, hiburku dalam hati.
Angga kembali menghampiriku yang masih telentang telanjang di atas ranjang, kami harus mulai lagi dari awal. Kali ini tiada lagi keraguan diantara kami meski aku tetap tak bisa menatap wajahnya. Dengan memejamkan mata, kusambut lumatan bibirnya sembari meremas remas kejantantannya yang sudah lemas. Dia mulai berani mendesah, akupun demikian saat bibirnya mendarat di puncak bukitku.
Kujepit pinggangnya dengan kakiku saat sedotannya semakin kuat sambil menyapukan kepala kontolnya ke bibir memekku, kubuka sedikit mataku menatapnya, ternyata dia menatapku dengan penuh perasaan, tak sanggup aku menatapnya lebih lama, kututup kembali mataku rapat rapat dan semakin rapat saat kontolnya mulai menerobos memasuki liang memekku.
Entahlah, tidak seperti pada tamuku lainnya, kali ini kurasakan getaran getaran aneh menyelimuti diriku, semakin dalam kontol itu melesak masuk, semakin keras getaran itu seiring kerasnya degup jantungku yang berdetak kencang. Aku telah menodai persahabatan yang selama ini kubangun, aku telah menghianati Silvi yang begitu percaya padaku. Tapi perasaan nikmat dan semakin nikmat perlahan mengusir rasa bersalah dan segala keseganan antara aku dan Angga.
Kejantanan Angga perlahan penuh perasaan mengocokku diiringi cumbuan dan lumatan pada bibirku yang kubalas dengan tak kalah gairahnya, dan akupun semakin kelojotan dalam dekapan hangat suami sahabatku ini takkala ciumannya menyusuri leherku.
Berdua kami mengayuh biduk birahi menyeberangi lautan nafsu, lenguh dan desah kenikmatan mengiringi perjalanan kami. Beberapa menit kemudian kamipun telah sampai ke seberang kenikmatan, hanya berselang beberapa detik setelah Angga menumpahkan semua cairan birahinya ke rahimku, aku menyusulnya menggapai puncak kenikmatan dari suami sobatku.
Tubuh lemasnya langsung terkulai menindihku, napas kami menyatu mengiringi denyut jantung yang berdetak kencang, hembusan napasnya menerpa telingaku, aku kembali terbuai akan kehangatannya meski perlahan gairah kami mulai menurun.
Beberapa saat suasana hening, entah apa yang berkecamuk dalam pikirannya, apakah menyesal telah meniduri temannya ataukah puas telah menikmati tubuhku, hanya dia yang tahu. Bagiku tugas melayani seorang tamu telah kulaksanakan, kebetulan dia adalah teman dan suami sobatku, itu adalah diluar kehendak kami masing masing.
Mungkin karena sama sama segan, permainan kami biasa biasa saja, bahkan relatif singkat, tak ada pergantian posisi seperti umumnya, baik dari dia maupun dari aku sendiri.
Jarum jam sudah menunjukkan pukul 3 pagi ketika telepon berbunyi, dengan segan Angga menerima, yang pasti dari temannya di kamar sebelah.
“Hei, kamu yang ke sini atau aku yang ke sana, si kampret satu itu sudah pulang soalnya” kata suara dari seberang sayup sayup kudengar, aku tak tahu maksudnya. “Kali ini nggak bisa Jon, kita sendiri sendiri aja deh” jawabnya. “Kok kamu gitu sih, mentang mentang dapat yang si cantik Lily terus nggak mau berbagi, kawan macam apa itu” dari seberang terdengar dengan nada tinggi, aku masih nggak tahu maksudnya.
Angga diam sejenak, menatapku dalam dalam seakan hendak mengatakan sesuatu.
“Dia mau ke sini” katanya pelan. “Emang sudah selesai? Mau check out? Malam malam begini? Tanggung amat” tanyaku nggak ngerti. “Enggak, mau pindah bergabung ke sini sama ceweknya” “Pindah? Bergabung? Trus?” tanyaku semakin tak mengerti.
Dia diam sejenak.
“Trus.. Trus.. Ya disini.. Ber.. Berempat” jawabnya terpatah patah, kulihat mimik muka bersalah di wajahnya. “Sorry ya, aku telah membawamu ke situasi seperti ini, sudah kebiasaan untuk bertukar pasangan atau bersamaan pada akhirnya” lanjutnya sambil mengepulkan asap rokok dari mulutnya, sepertinya untuk menutupi rasa bersalahnya.
Sebenarnya aku tidak keberatan melakukan hal itu, toh sudah sering kulakukan, tapi ini di depan Angga, ada keengganan tersendiri yang menjadi penghalang, entahlah perasaan jaga image masih kuat kurasakan. Disamping itu, aku agak kaget mendapati kenyataan bahwa Angga yang kukenal cukup pendiam, meski aku cukup yakin sebelumnya dia bukan tipe suami yang setia, ternyata menjalani petualangan seperti ini dengan teman temannya, sungguh jauh dari penampilan keseharian yang terkesan pendiam.
“Terserah kamu saja lah, toh kamu boss-nya” jawabku lirih berusaha memberi kesan terpaksa, takut kalau dia tahu kalau aku sudah sering melakukan permainan seperti ini. “Ly, kamu boleh menolak, bebas kok, paling resikonya aku dijauhi teman teman dan dibilang egois” “Janganlah kalau sampai ditinggal teman teman hanya masalah beginian, malu kan” aku menghibur. “Sebenarnya aku nggak rela kalau kamu harus melayani orang lain, apalagi dihadapanku, tapi semua terserah kamu deh”
Aku diam sejenak memikirkan kalimat yang “innocent” untuk menjawab kata IYA, tak tega rasanya mengatakan kalau selama ini akupun selalu melayani orang lain, apa bedanya dengan sekarang.
“Okelah kalau itu maumu” jawabku sembari mengambil rokok yang ada di jarinya, kulihat sorot mata aneh dari matanya. “Jon, kamu ke sini aja deh” akhirnya dia meminta temannya untuk datang.
Sambil menunggu kedatangan si Radit, aku mandi membersihkan tubuh terutama memekku dari sisa sisa keringat maupun sperma Angga.
Tak lebih 10 menit kemudian, teman Angga sudah berada di kamar, ternyata gadis yang datang bersamanya adalah Chaca, bukan Cindy yang tadi bersamanya, rupanya dia telah melakukan pertukaran dengan sebelumnya.
“Len, bukannya dia tadi sama Cindy, kok sekarang sama kamu, sudah tukeran rupanya ya” bisikku ketika aku dan Chaca berada di kamar mandi berdua. “Gila tuh si Radit, kuat banget, dan malam ini dia bakal dapat 3 cewek berurutan” bisiknya pelan.
Kamipun tertawa cekikan di kamar mandi.
Dengan berbalut handuk di dada, aku dan Chaca keluar kamar mandi, Angga duduk di sofa sementara Radit sudah telentang di ranjang, keduanya sudah dalam keadaan telanjang.
Chaca langsung mengambil posisi di antara kaki Angga, aku mau tak mau harus langsung menuju ranjang melayani Radit. Kejantanan Radit yang sudah tegang memang mengagumkan, meski tidak terlalu panjang tapi cukup besar diameternya dengan hiasan otot melingkar terlihat semakin kokoh.
Radit langsung menarik tubuhku dalam pelukannya, dilemparkannya handuk penutup tubuhku dan tubuh telanjang kami saling berangkulan.
Kubalas lumatan bibirnya dengan tak kalah gairah, desahankupun terlepas bebas tatkala bibir dan lidahnya mempermainkan kedua putingku bergantian. Sesaat kulirik Angga sudah merem melek menikmati sapuan bibir mungil Chaca pada kontolnya sambil meremas remas kedua buah dadanya yang sedikit lebih besar dari punyaku. Sudah sering kudengar kemahiran Chaca dalam ber-oral, kini kulihat sendiri bagaimana bibirnya menyusuri kontol Angga dengan bergairah.
Perhatianku kembali beralih ke Radit saat dia membalik tubuhku dibawahnya, lidahnya dengan lincah menari nari dikedua putingku, menyusur turun hingga selangkangan dan kembali bergerak liar saat mendapati klitorisku. Kombinasi antara jilatan dan kocokan jari jari tangannya di memek membuatku menggeliat dan mendesah dalam nikmat sambil meremas remas kepala Radit yang berada di selangkanganku.
Tiba tiba aku dikagetkan teriakan Chaca, rupanya aku terlalu asik melayang layang hingga tak memperhatikan mereka telah berganti posisi, kepala Angga sudah berada di antara paha Chaca sedang asik menjilati memeknya, ternyata itu yang membuat Chaca menjerit nikmat.
Meskipun cumbuan permainan oral Radit begitu nikmat, aku banyak membagi perhatianku pada Angga dan Chaca, sekedar ingin tahu bagaimana permainan Angga bila dengan gadis lain setelah aku mengalami dengannya biasa biasa saja. Baru sekarang aku tahu ternyata Angga juga seorang great fucker, dengan telaten dia menyusuri seluruh lekuk tubuh Chaca dengan lidahnya, bahkan hingga jari jari kaki tak luput dari sapuan lidahnya, terang saja membuat Chaca kelojotan tak karuan. Andai saja dia tadi melakukannya padaku. Beruntunglah Silvi bisa mendapatkan cumbuan seperti itu setiap saat.
Perhatianku terganggu saat tubuh Radit sudah mekangkang di atas dadaku, menyodorkan kejantanannya ke mukaku, segera kuraih, kukocok sejenak dengan tanganku lalu kujilati kepala kontolnya, terasa asin akan cairan yang sudah menetes keluar. Beberapa detik kemudian kontol Radit sudah lancar mengisi mulutku, keluar masuk mengocoknya.
Puas mengocokkan kontolnya ke mulutku, Radit bergeser ke bawah, mengatur posisinya diantara kakiku, aku membuka lebih lebar saat kepala kontolnya menyapu bibir memek dan perlahan menyeruak membelah celah celah sempit liang kenikmatanku.
Perlahan tapi pasti kontol itu melesak semakin dalam, namun gerakan penetrasi terganggu ketika Angga dan Chaca berpindah ke ranjang di samping kami sehingga mengharuskan kami sedikit bergeser memberi tempat pada mereka. Terpaksa Radit menarik keluar kontolnya yang sudah setengah jalan menyusuri liang kenikmatanku.
Aku dan Chaca telentang berdampingan dengan kedua laki laki sudah siap diantara selangkangan kami masing masing. Namun sebelum Radit melesakkan kembali kontolnya, Angga bergeser ke kepalaku, menyodorkan kontolnya tepat di atas mulutku. Segera kuraih dan kumasukkan ke mulutku, hal yang tadi tidak kami lakukan, bersamaan dengan kontol Radit mulai meluncur masuk liang memekku.
Sesaat kuhentikan kulumanku ketika Radit sudah melesakkan seluruh batang kejantanannya, terasa penuh dibandingkan dengan Angga sebelumnya. Akupun melanjutkan kulumanku pada Angga ketika Radit memulai kocokannya. Hanya beberapa menit Angga mengocok mulutku kemudian beralih ke mulut Chaca, rupanya dia hendak membandingkan antara kulumanku dengan Chaca.
Tubuh Radit sudah menindihku, sodokan kontolnya semakin cepat dan keras penuh nafsu gairah, akupun mengimbangi dengan jeritan dan desahan nikmat sembari menjepitkan kakiku di pinggangnya. Bibir Radit tak pernah lepas dari tubuhku, menyusur leher, pipi, bibir lalu kembali ke leher.
Kulihat Angga masih mengocok bibir Chaca sambil memperhatikan expresi kenikmatan yang terpancar di wajahku, expresi yang tidak aku tunjukkan saat bersamanya dan aku yakin dia mengetahui itu, sesekali jari tangannya dimasukkan ke mulutku yang tengah menengadah mendesah, akupun membalas dengan kuluman dan mempermainkan lidahku pada jari jarinya.
Berulangkali tubuhku terhentak terkaget tapi nikmat merasakan hentakan keras dari Radit, kudekap tubuhnya semakin rapat seakan tubuh telanjang kami menyatu dalam nikmatnya birahi.
Radit mengangkat tubuhnya, masih tetap mengocokku dengan tubuh setengah jongkok, justru kurasakan kontolnya semakin dalam tertanam. Bersamaan dengan itu, Angga sudah berada di antara kaki Chaca bersiap melesakkan kontolnya tapi dia tidak langsung memasukkannya, justru lebih suka melihat wajahku yang tengah mendesah sambil mengamati bagaimana kontol temannya keluar masuk menyodok memek sobat istrinya ini.
Aku sudah tak memperhatikan lebih jauh lagi karena sodokan Radit semakin liar dan nikmat, namun kemudian kudengar desah dan jerit kenikmatan dari Chaca mengiringi desahanku. Dengan irama goyangan yang berbeda, kedua laki laki itu mengocok kami berdua, simfony desah kenikmatan memenuhi kamar yang penuh aroma birahi.
Kutatap wajah ganteng Radit yang penuh expresi nikmat birahi. Berulang kali tatapan mataku beradu pandang dengan Angga, rupanya meskipun sedang mengocok Chaca yang cantik, tapi tatapan matanya lebih sering tertuju pada wajahku yang tengah mendesah nikmat merasakan kocokan temannya, apalagi Radit mengocokku dengan gerakan yang liar dan tak beraturan diselingi dengan hentakan keras yang membuatku menjerit jerit nikmat.
Radit membalik tubuhku disusul kocokan dari belakang, posisi dogie, Angga mengikutinya. Begitu juga ketika kami berganti lagi posisi, aku di atas, diapun meminta Chaca untuk di atas.
Kami bercinta seolah berlomba ketahanan, entah sudah berapa lama dan berapa kali ganti posisi telah kami lakukan. Diluar dugaanku, ternyata Angga bisa bertahan lebih lama, ketika kami di posisi dogie, Radit tak bisa bertahan lebih lama lagi, tanpa bisa dicegah lagi, diapun memuntahkan spermanya di memekku diiringi teriakan kenikmatan, kurasakan denyutan denyutan nikmat menerpa dinding dinding memekku meski tidak terlalu kuat.
Beberapa saat kemudian Radit menarik keluar kontolnya, akupun menggelosor tengkurap dengan napas yang menderu setelah permainan panjang. Belum sempat aku mengatur napasku, Angga menarik pantatku, memintaku kembali nungging, meskipun capek tapi aku tak tega menolaknya, sepertinya sedari tadi dia sudah memendam keinginan untuk kembali menikmati tubuhku.
Aku hendak mencegahnya saat kontolnya sudah di ambang pintu memekku, nggak enak rasanya kalau dia harus menyetubuhiku sementara sperma Radit masin di dalam, aku ingin membersihkan dulu, tapi terlambat, sepertinya dia tak peduli, dengan sekali dorongan keras, kontol Angga kembali memasuki liang memekku, terasa masih ada celah kosong saat kontolnya melesak semuanya.
Berbeda dengan sebelumnya, tanpa membuang waktu lagi, kali ini Angga mengocokku dengan penuh nafsu, begitu keras dan cepat sambil menghentakkan tubuhnya pada pantatku, diiringi tarikan pada rambutku, sungguh liar permainannya kali ini, sangat berlawanan dengan yang tadi.
Akupun tak mau kalah, kuimbangi dengan menggoyangkan pantatnya melawan gerakannya, desahan kami berdua saling bersahutan, kecipuk suara cairan memek bercampur sperma tak kami hiraukan, terlupakan sudah bahwa Angga adalah suami dari sobat karibku, yang ada hanyalah nafsu dan birahi diantara kami.
Aku minta mengubah posisi, kali ini aku di atas, ingin kutunjukkan bagaimana goyangan pinggulku membobol pertahanan terakhirnya. Dengan sisa sisa tenaga karena aku sudah beberapa kali orgasme saat dengan Radit tadi, akupun bergoyang liar di atasnya, ingin kuberikan apa yang kuyakin belum pernah dia alami bersama Silvi, istrinya, entah kenapa aku jadi ingin membuktikan bahwa aku tak kalah dengan si istri yang sobatku itu.
Kami bercinta dengan penuh gairah, jauh melebihi apa yang telah kami lakukan tadi, sepertinya kami sudah mengeluarkan watak asli permainan kami yang cenderung liar.
Keringat sudah membasahi tubuh kami berdua, aku begitu bersemangat, begitu juga dia, tak kuhiraukan ternyata justru aku yang mencapai orgasme lebih dulu, sungguh luar biasa stamina Angga, jauh dari perkiraanku, kalau aku tak mengalami sendiri tentu sulit untuk percaya bahwa dia begitu perkasa di ranjang.
Menit demi menit berlalu hingga aku tak kuasa lagi menahan orgasme yang kesekian kali, sementara dia masih belum terlihat tanda tanda ke arah sana, dan akhirnya akupun menyerah dalam dekapannya.
“Sudah.. sudah.. Ah.. Ampun, aku menyerah”, dan akupun terkulai lemas di atasnya, tak mampu lagi menggoyangkan pinggulku. “Ya sudah, istirahat sana” katanya seraya mendorong tubuhku turun dari atasnya, dan akupun menggelepar di sampingnya.
Permainan Angga tidak berhenti sampai disitu, dia menghampiri Chaca yang dari tadi mengamati kami bercinta sambil berbaring di atas ranjang sembari mempermainkan klitorisnya. Begitu Angga menghampirinya, Chaca langsung mengambil posisi telentang dengan kaki terbuka lebar, tapi Angga justru memintanya nungging. Dengan irama kocokan yang liar dia mengocok Chaca dengan posisi dogie.
Aku meninggalkan mereka, membersihkan sperma lalu menyusul Radit duduk di sofa mengamati permainan Angga dan Chaca, terus terang aku terkagum dengan keperkasaan sobatku ini, entah bagaimana Silvi bisa melayani suaminya itu sendirian kalau di rumah.
“Gila itu orang, kuat banget mainnya” komentarku sembari berbagi Marlboro dengan Radit. “Dia sih paling kuat diantara kelompok kami berlima, hampir tak pernah dia booking cewek sendirian, biasanya langsung 2 orang, kalau nggak gitu kasihan ceweknya” jawab Radit mengagetkanku, sungguh jauh dari penampilan biasanya yang terlihat pendiam.
Cukup lama mereka bercinta di atas ranjang, sudah beberapa kali berganti posisi sebelum akhirnya mereka menggapai orgasme hampir bersamaan ketika posisi Angga sedang di atas.
Mereka berpelukan beberapa saat sebelum Angga turun dari tubuh Chaca, tampak wajah kepuasan bercampur kelelahan dari mereka.
Beberapa menit mereka sama sama menggelepar di atas ranjang sambil mengatur napas yang menderu. Angga berdiri menghampiriku, duduk menjepit aku dan Radit, diambilnya Marlboro yang ada di tanganku dan menghisapnya kuat kuat.
“Sorry Ly, aku harus segera pulang, ntar istriku curiga dan aku nggak boleh ke diskotik lagi” katanya sambil mengepulkan asap rokoknya. “Kamu tinggal aja disini nemenin Radit dan Chaca besok siang aku telepon lagi, oke?” lanjutnya.
Aku hanya diam saja tak tahu harus ngomong apa, tanpa menunggu jawaban dariku, dia beranjak mengenakan pakaiannya tanpa membersihkan tubuh terlebih dahulu.
Angga memanggilku ke kamar mandi.
“Sebenarnya aku tak tega melakukan ini, tapi harus kulakukan, apa yang kita lakukan barusan hanyalah sekedar bisnis, nothing personal, dan tidak ada yang berubah di antara kita termasuk dengan Silvi maupun Reno adikku, kamu ngerti kan” katanya sembari memberikan segebok uang 50 ribuan.
Aku hanya mengangguk tanpa kata, 100 persen setuju apa yang dia katakan. “Boleh aku minta satu hal?” tanyaku. “Apa itu?” jawabnya, tanpa menunggu lagi reaksinya aku jongkok di depannya, kubuka resliting celananya dan kukeluarkan kontolnya yang lemas. “Sekedar tip, memberi apa yang belum aku berikan” jawabku sambil memasukkan kontol itu ke mulutku.
Angga diam saja, kontolnya kupermainkan dengan lidahku, kususuri sekujur batang hingga pangkalnya, perlahan mulai menegang dalam genggaman dan mulutku, selanjutnya kontol tegangnya sudah meluncur cepat keluar masuk mengisi rongga mulut diiringi desah kenikmatan.
Lima menit sudah aku melakukan oral, tanpa kusadari tanganku ikutan mempermainkan klitorisku sendiri seiring dengan kocokan pada mulutku. Aku tak kuasa menolaknya ketika dia menarik tubuhku berdiri dan memutar menghadap cermin di kamar mandi, dengan sedikit membungkuk, dari belakang Angga melesakkan kontolnya ke memekku.
“Kita quickie saja yaa” bisiknya seraya mendorong masuk kontolnya, segera kurasakan sodokan demi sodokan yang semakin keras dari belakang menghantamku diiringi dekapan dan remasan dikedua buah dadaku, sesekali ciuman pada tengkukku yang membuatku semakin menggeliat dalam dekapannya.
Pantulan bayangan kami di cermin membuat suasana semakin bergairah, apalagi belaian lembut pada rambutku yang kurasakan begitu penuh perasaan meski kocokannya makin menjadi jadi.
“Aku mau keluar” bisiknya beberapa menit kemudian, segera kudorong tubuhnya mundur hingga kontolnya terlepas dan akupun langsung jongkok di depannya.
“Keluarin di mulut” kataku, tanpa menunggu reaksinya, kumasukkan kejantanannya kembali ke mulutku, entah kenapa rasanya aku ingin memberikan apa yang kuyakin belum pernah dia dapatkan dari istrinya. Dan tak lama kemudian diapun menyemprotkan sisa sisa spermanya di mulutku, kujilati batang kejantanannya hingga bersih lalu kumasukkan ke celananya.
“Salam untuk Silvi” kataku saat menutup reslitingnya, dia hanya tersenyum mencubit pipiku.
Aku membersihkan tubuhku dengan air hangat ketika Angga pamit pulang, ketika aku kembali ke kamar, ternyata Chaca sedang bergoyang pinggul di pangkuan Radit, mereka melakukannya di sofa. Kuhampiri mereka dan duduk di samping Radit, dia meraih tubuhku dan mencium bibirku, sembari tangannya meremas remas buah dadaku bergantian.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,