Cerita Sex: Pesta Seks, Lesbian Gangbang

Panggil gue Maggie. Masih single, dan akan menikah beberapa bulan lagi. gue sobat kentalnya Tino yg badung itu. Kalian pasti udah baca pengalamannya yg unbelievable. Apa lagi yg gue mesti kasih tau? Ini aja gue udah nekat, berani malu, karena namaku udah diketahui. Nama asli. Tino juga sih, mentang-mentang paling cuek, paling badung, paling gila, dia dengan asyiknya bercerita segalanya. Srida, itu asli. Ilen, itu juga. Setahuku yg disembunyikannya adalah nama istrinya. Venus ya, dia bilang?

Tino memang sableng. Kerjanya tiap hari pasti cerita yang aneh-aneh. Dia suka hal-hal yang berbau magis dan serem (bagiku). Dan dia pernah mengaku kalau cita-citanya dulu itu adalah menjadi vampire. Biar gampang naklukin gadis-gadis. Dan satu lagi kegemarannya. Dia paling doyan juga segala hal yang berbau ngeres. Tiap hari dia punya cerita soal sex. Kadang gue bilang sama dia,

“no, segala hal pastilah mengingatkanmu pada seks!” Si tengil itu cuma nyengir.

Cerita sex – Salah seorang rekan di divisiku malah menyebutnya germo. Karena teman ceweknya banyak, dan kagak tau kenapa, artis-artis yang suka main ke kantorku bisa cepat akrab sama dia.

gue satu divisi sama Tino sejak gue masuk kerja. Atasanku seorang (kataku masih, kata Tino ngga) perawan tua. Sedangkan 4 orang lainnya yg udah kawin dua orang, plus Tino.

Selain itu gue punya teman dari divisi lain. Salah satunya bernama Eca. Eca ini anak Bandung, suaminya orang Jakarta. Sama-sama kerja di kantorku. Eca di administrasi, suaminya di teknik. Sebelumnya sorry, kalau nama Eca yg asli kusembunyikan, gue kagak setega Tino. Tapi kalau ketahuan juga, (seperti kata Tino) cuek sajalah. Toh, di kantorku juga banyak yg rahasianya udah diketahui umum.. Atau malah kalau salah seorang penyiar kondang di kantorku mendekatiku, pengen ngentot denganku. gue pasang tarif aja. Hihihi, lumayan buat modalku kawin.

Eca ini suka sama Tino, suka-suka gitu deh. Kalau menurutku, paling dia suka sama bulu Tino yg lebat di mana-mana itu. Kecuali di kontol, gue kagak pernah lihat sih. Tino sih bilang kepadaku kalau Eca pernah menggodanya di ruang presentasi departemen kami. gue pertama ngga percaya, tapi setelah kilik-kitik si Eca, dia memang kelihatannya suka. gue bilang Tino, sikat aja. Tino hanya bilang,

“Mending sama kamu. Single dan kagak bikin masalah. Kalau ketahuan si Ndoet gimana? Lagian bentar lagi gue menikah kok.” Ndoet itu suami Eca.

Iya Tino memang akan menikahi Venusnya. Dan dia lumayan ‘kaku’ untuk berbuat macam-macam sama cewek lain. Kecuali dengan Srida dan Ilen (kecelakaan, ujarnya), dia ‘lurus’. gue tau, karena gue dan dia selalu berbagi rahasia. Senang-senang boleh, katanya, tapi cuma gitu doang, kagak menjurus ke ranjang. Salut juga gue. Padahal sih banyak yg mendekati dia. udah ah, hidung si Tino makin mengembang entar, kalau gue membanggakan dia.

Suatu malam Eca meminta gue datang menemaninya saat suaminya harus memasang stasiun transmisi di luar kota. Dia dan gue bercerita, saling berbagi rahasia. Dia mengatakan lagi padaku kalau dia tertarik kepada Tino. Eca cerita fantasinya tentang Tino. Dia memintaku menelepon Tino, karena Tino adalah teman baikku.

Entah mengapa, gue tertarik dengan ceritanya dan fantasinya terhadap Tino, gue setuju untuk menelepon Tino. Kami menuju ruang tamu Eca dan menelepon Tino. Kami berdua duduk berdekatan di dekat telepon, menempelkan telinga di gagang telepon. Mendengarkan percakapanku dengan Tino.

“Tino, gue di tempatnya Eca nih.”
“Heh, ngapain?”
“Nemenin Eca. Suaminya ke Sumatera”, kataku.
“Eh, lu ke sini dong.”
“ngga ah.”
“Ayolah, gue mau ngajak lu ke Bengkel. Eca kagak pernah diajak lakinya having fun nih.”
“Pergi aja.”
“ayo no, you’re my best friend.”
“Bentar lagi ya. gue mesti mandi dulu. Habis tennis tadi di Senayan.”
“Oke. kutunggu.”
“Eh, omong-omong, kamu dan Eca pakai baju apa sekarang?”
“Kenapa?”
“gue mau kalau gue datang, lu-lu pada pakai baju yg seksi. Tembus pandang kek, mini kek.” Gokil si Tino datang lagi.
“Wuu..”
“Kalau ngga, gue balik lagi.”
“udah ah! Cepat ke sini.”
“Iya, iya. Sabar napa?”
“Pokoknya kutunggu.”
“kagak mesti bawa Venus khan? dia paling ogah ke tempat gituan.”
“Iya.”
Telepon pun ditutup. gue hanya tersenyum waktu Eca bilang kalau dia terangsang mendengar suara Tino yg katanya seksi.
“Gimana kalau kutelepon lagi dia? Kali ini lu yg ngomong”, kataku pada Eca.
“Ah, malu dong.”
“He! Dia asyik-asyik aja kok kalau diajak bicara.”
“Gila apa?”
“Benar. Lu bisa cerita apa aja ke dia.”
“Tapi khan dia entar ke sini.”
“Nanti ya nanti. Sekarang lu puas-puasin dengerin suaranya itu. Beda lho di telepon dengan yg langsung. Di telepon itu, gimana ya? Lebih menggairahkan”, kataku sambil tanganku meraih gagang telepon kembali. Eca cuma bisa diam memandangku.

Telepon Tino kembali diangkat, gue memberikan kepada Eca setelah bilang ke Tino,

Sinting tuh, orang yg mau dikibulin gitu. gue meninggalkan Eca, menuju kamar tidurnya. Di situ pun ada telepon yg diparalelkan. Dengan hati-hati gue menguping. filmbokepjepang.com Biasalah, perempuan dimana-mana suka yg kayak gini nih. Pertamanya Eca agak canggung. Tapi kemudian ngga. Apa lagi ketika Tino mulai miring. Menggoda Eca dengan bermacam pertanyaan, apalagi dia tau Ndoet kagak ada. Gila tuh Tino. maniak Sex! gue tersenyum sendiri mendengar gombalnya Tino. Makin lama makin parah omongan mereka berdua.

Ya itulah Tino, kalau sekedar gini doang, pasti diladeninya. Ada-ada aja yg diceritainnya. gue senang mendengar mereka berdua cepat akrab dan terbuka. Mungkin Eca ngga tau kalau gue ngupingin dia, jadi dia meladeni kesablengan Tino. Tino menyuruh Eca menyentuh tubuhnya, dari dada sampai memek nya, mengelusnya, dan mengatakan pada lelaki itu bahwa memek Eca udah basah. Saat Eca menjawab bahwa memek nya udah basah sekali, gue kagak dapat menahan diri untuk kagak menyentuh punyaku sendiri.

Eca menceritakan pada Tino dengan sangat mendetail bahwa memek nya bersih, tercukur rapi. gue terbaring di ranjangnya dan entah kenapa, tiba-tiba mengkhayalkan apa yg Eca katakan. Dia berbisik kepada Tino, bahwa saat ini dia sedang mengelus itil nya. gue benar-benar kagak tahan lagi. Kubuka celana pendek yg kukenakan dan celana dalam sekalian, sehingga gue dapat memainkan memek gue dengan jari-jariku.

Tanpa sadar gue mengerang. Erangan itu didengar mereka berdua. Lalu Tino bertanya padaku kenapa dari tadi kagak ikutan di telepon. Kubilang gue cuma kepingin dengar, dan edannya gue ikut terangsang. Kubilang kalau saat ini gue sedang mengelus memek gue juga. Tino senang mendengarkannya, dua orang wanita muda masturbasi sambil dia membacakan cerita. Tiba-tiba Eca masuk ke kamarnya. Telanjang bulat. Dia berbaring di sebelahku.

“Pakai speakernya aja, Mag, jadi gue bisa ikut dengar.” gue melaksanakan permintaannya.
“gue di kamar sekarang, no. Dengan Maggie”, kata Eca.
“Hei! Apa yg kalian lakukan?” Agak kaget si Tino.
“Eca denganku sekarang. Di tempat tidur.”
“Wah, asyik juga nih.” Tino berseru, gue tau dia pasti sambil senyum jahil, “gue tuntun ya!” gue ngga tau kenapa, Eca juga.

Kami cuma menjawab,

“Ya, no.”
“Kalian udah pernah berhubungan dengan sesama perempuan sebelum ini?” tanya Tino.
“Belum”, jawabku.
“Belum, no. Tapi gue pernah mengkhayalkannya”, jawab Eca.
“Great. gue akan menjadi penunjuk jalan”, kata Tino.
“Eca, maukah lu menyentuh Maggie?”
“Ya”, jawabnya.
“Sentuhlah payudara Maggie.”

Tangan Eca menyelusuri tubuhku, sampai ke batas bra yg kupakai. Dengan kedua tangan, kubuka t-shirt yg kupakai. Puting payudaraku mengeras dan gue dapat merasakan tangan Eca yg lembut membuka hook di daerah depan bra yg kukenakan. Jemarinya membelai payudaraku. gue mengeluh pelan. Sensasi yg berbeda kurasakan, kagak seperti rasa yg diberikan Daud, pacarku, kalau sedang menyentuhku.

“Sekarang giliranmu, Mag”, kata Tino.

gue sedikit gemetaran karena sensasi aneh ini. gue menggerakkan telapak tanganku, menyentuh dada Eca yg mulus dan terbuka menantang. gue dapat merasakan tubuhnya yg hangat. Putingnya lebih kecil dari punyaku dan terasa sangat berbeda. gue dapat merasakan memek gue mulai basah dan memanas saat kudengar Tino memberikan petunjuk selanjutnya.

“Sekarang saatnya untuk saling merasakan memek kalian masing-masing. Rasakan perubahannya, rasakan”, kata laki-laki itu.

Eca yg mulai duluan, menggerakkan tangannya. Perlahan-lahan kumerasa jemarinya menyentuh pangkal pahaku. Dia menggerakkan jemarinya mendekat ke memek gue, dan lalu mengerang saat merasakan memek basah, sexy dan lembut punya gue.

“Anggaplah itu memek kalian sendiri.” Tino memberikan instruksi lanjutan. Eca menggosok bagian luar memek gue, membuatku menaikkan pinggulku ke atas.
“Oooh, Maggie. Punyamu lebih indah dari punyaku. Oooh, gue sungguh senang dapat menyentuhnya, membelainya”, erang Eca.

Saat jemarinya memasuki memek gue, gue merasakan kalau gue akan mencapai orgasme. Sentuhannya membuat gerakanku menjadi liar. Eca tampaknya tau bagaimana gue menginginkan dia menyentuh memek gue. Dia menggosok itil gue, membuat benda kecil berwarna merah muda itu menjadi semakin keras dan menegang. gue mengerang hebat, melenguh sejadi-jadinya. Tino tau kalau gue belum berbuat apa-apa buat Eca.

“Mag, sekarang kamu harus menyentuh punya Eca.” gue menggerakkan tangan ke arah bawah tubuh Eca, menuju kelembapannya yg udah basah sekali.

Ketika kuku-kukuku mengelus pangkal pahanya, gue dapat merasakan getaran aura yg memancar dari sTinokangannya. gue memasukkan jari tengahku ke dalam memek nya, seperti yg kulakukan tadi ke memek gue. javcici.com Dengan gerakan yg cepat, gue memasukkan dua jari dalam sekali ke memek nya. Eca mulai mengerang dan melenguh, tubuhnya terangkat dari atas ranjang, berusaha memasukkan lagi jemariku lebih dalam.

“Sekarang, kumau kalian menghisap jemari kalian tadi.” Perintah Tino.

Karena Eca udah sangat terangsang, dia langsung memasukkan jarinya yg tadi menyentuh memek gue, menghisapnya, mengecap rasa cairan memek gue di antara bibirnya. Melihatnya, gue melakukan hal yg sama. Menjilati jari tengah dan ibu jariku, gue merasakan cairan memek Eca yg entah bagaimana gue dapat menerangkannya.

“Siapa yg ingin memek nya dijilati?” Tino bertanya dengan nada mendesak, mengerang.

gue dan Eca pada saat yg sama hanya bisa menjawab, “gue mau.”

“Eca, letakkan kepalamu di antara paha Maggie”, kata Tino.

Eca menurut, kepalanya turun ke bawah. gue merasakan rambutnya yg panjang dan lembut itu menyapu tubuhku. Sensasi yg lain tercipta kembali.

“Eca, julurkan lidahmu, putar mengelilingi itil Maggie.”

Eca melakukannya. gue merasakan lidahnya yg basah dan hangat berputar-putar di bibir memek gue, lalu menjilati itil gue. Bermain-main di situ, memutar, menjilati, dan menghisap dengan mulutnya. gue mengangkat pantat sexy gue dari tempat tidur sehingga gue dapat menyorongkan memek gue lebih jauh ke wajah Eca. Dia menggunakan lidahnya seperti jemarinya dan menggerakkannya keluar masuk memek gue.

Ini merupakan perasaan yang paling luar biasa yg pernah kurasakan. Lidahnya yg mungil dan berbintil kecil ini berbeda dengan punya Daud. Apakah dia biasa seperti ini? gue rasa ngga. Eca hanyalah tau dan mengerti apa yg disukai wanita dan benar-benar memaksimalkan sentuhannya di tempat-tempat rahasia wanita.

Mendengarkan suara erang dan jeritan kami, gue tau Tino pastilah sangat terangsang. Saat Eca menjilati cairan yg keluar dari liang rahimku, gue dapat melihat dia menggosokkan memek nya dengan tangannya.

“Eca, Eca saat ini sedang menjilati dan menghisap itil gue, no. Egh, luar biasa”, kataku.
“Mag, tanyain Eca apa dia punya dildo?” kata Tino.
“Apa itu no?” Eca menghentikan aktifitasnya.
“kontol buatan, Ca.” Jawab Tino.
“Wah, ngga punya no. Padahal, pasti nikmat kalau memek gue disodok-sodok.” Eca berkata dengan suara serak,
“Sayang kamu ngga di sini, no.”
“He eh. Tapi, apa kamu punya sesuatu untuk menggantikannya?”
Eca memandang sekeliling, lalu tatapannya tertumbuk pada kaleng body spray dari St Michael.
“gue punya kaleng body spray. Besarnya lumayan. Kaya senjata Ndoet.” “Nah gunakan itu.” Eca mengambilnya.

Membersihkannya dengan sepreinya. gue memandangi tubuh mulusnya yg putih itu.

“Sebaiknya kalian mengambil posisi 69. Letakkan memek kalian ke wajah masing-masing.” gue melaksanakan petunjuk Tino. gue dapat mencium aroma yg khas dari memek Eca.
“Maggie, masukkan tabung itu ke dalam memek Eca yg lembut itu”, kata Tino.

Eca memberikan tabung berwarna putih dengan tutup krem itu kepadaku. gue mendorong ‘dildo’ itu perlahan-lahan ke dalam memek Eca.

“Mag.. Ah, masukkan Mag. Uuhh.” Eca mengeram.

Saat gue memasukkan lebih dalam lagi, Eca mulai menjilati kembali memek gue yg udah sangat basah itu. Gerakan lidahnya bertambah cepat, dan bertambah cepat. gue masih memainkan ‘dildo’ itu ke memek ya. Lalu kurasakan kenikmatan yg makin membesar, orgasme yg semakin mendekat. gue ingin memuntahkan cairan orgasmeku di bibirnya.

“aaghh”, gue mengerang.

Gelombang orgasme pertamaku udah datang. Dan lenguhanku membuat Eca pun mendapatkannya. gue tau dari pahanya yg menegang.

“Uuughh”, kami melenguh berdua.

Eca menggerakkan pinggulnya dengan liar, berusaha memasukkan ‘dildo’ itu lebih dalam lagi. gue dengan bersusah payah menahan tabung itu agar kagak terlepas dari peganganku. Kaleng body spray itu sungguh menjadi sangat licin sekarang.

Kemudian kami berpelukan. Melenguh panjang, menikmati sensasi luar biasa yg baru aja kami lewati. Kudengar di speaker pun Tino sedang mengerang. Nafas beratnya terdengar satu-satu. Kupikir dia pun orgasme, atau malah udah ejakulasi. Huhh! Sebuah pengalaman yg sangat fantastis. Kami bertiga dapat orgasme bersama.

“Thanks, no”, kataku.
“You very welcome.”
“Hei. Kita tetap pergi ke Bengkel Night Park, khan?” Tanya Eca.
“Iya.” Telepon pun di tutup Tino.

Setelah itu gue dan Eca saling berpelukan. Beristirahat sebentar, lalu mandi. Setengah jam kemudian Tino datang.

Kami bertiga menghabiskan malam di Bengkel. Ngobrol, bertemu teman-teman yg ada di sana. Sekitar pukul dua belas, kami pulang. Saat kami keluar dari mobil Tino, dia menyerahkan sebuah bungkusan kepadaku.

“Ini. Semoga kalian suka.”

gue sangat capek, dan Eca pun demikian. Besok musti masuk kerja dan kupikir sekarang udah saatnya tidur. Eca setuju, tapi dia bilang ingin mandi air hangat dulu. Dia menuju kamar mandi dan gue mengganti pakaian dengan baju tidur, lantas merebahkan diri di tempat tidur. Kunyalakan TV dan menonton film HBO. photomemek.com Bingkisan dari Tino udah kami lemparkan di dekat telepon. gue mendengar shower dimatikan, dan beberapa saat kemudian Eca muncul di kamar tidur. Handuk terlilit di tubuhnya dan satu di kepalanya. Rambutnya yg hitam tampak lembab namun kagak terlalu basah. Dia belum berganti dengan gaun tidurnya. gue tetap menonton TV, sedang Eca, kagak. Dia meraih bungkusan yg diberikan Tino.

“Oh, boy! Apa ini?”

Kejutan kontol gede buat memek kami

Ternyata itu adalah sebuah dildo. Entah Tino dapat dari mana. Pasti dia beli di luar negeri, waktu kemarin dinas ke Hongkong. Barang itu panjangnya sekitar 20 centimeter, berwarna coklat dan dihiasi dengan urat-urat yg tampak ‘asli’.

Eca memegangnya dan berkata, “Ini toh dildo itu. Eh, apa yg akan kita lakukan dengan ini?”

“gue senang sekali kalau punya Ndoet segede ini. Akan kuhisap dan kutelan setiap malam”, katanya lagi. Eca membawa

kepala dildo yg besar itu ke mulutnya dan memutarkan lidahnya mengelilingi benda itu. Kemudian dia memasukkan sebagian dari dildo itu ke mulutnya dan mulai menghisapnya seperti benda itu adalah kontol asli. gue terangsang. Eca berdiri di hadapanku menghisap dildo itu dan gue menyadari kalau puting payudaraku mulai menegang melihat Eca.

gue kagak tau Eca sengaja atau ngga, handuk Eca terjatuh. Payudaranya yg besar itu menantang dengan pentilnya yg mengeras. Eca tersenyum padaku saat dia mengeluarkan dildo itu dari mulutnya dan menggosokkannya di antara pentil toket nya yg kiri dan kanan. gue harus mengakui kalau gue menjadi sangat terangsang dan memek gue menjadi basah.

Sambil memegang dildo dengan satu tangan, tangan yg lainnya bergerak ke tempat tidur. Sambil tersenyum, dia menarik kain yg menjadi selimutku. Eca melanjutkan permainannya dengan dildo tersebut, membawanya ke bagian bawah tubuhnya,
dan lebih ke bawah lagi. Dengan suara yg parau, matanya tertuju kepadaku, dia memerintahku,

“Buka baju tidurmu, Mag.”

Saatku meloloskan baju tidur itu melalui kepala, gue menyadari betapa terpesonanya gue. gue belum pernah senafsu ini, apa lagi ke sesama jenis. Pengalaman pertama tadi membuatku lupa diri. Saat itu pula Eca masuk ke dalam selimut yg kupakai. Dia di sebelahku, masih memegang dildonya. Dia meletakkannya di sebelahku dan menaruh tangannya di dadaku. gue merintih dengan penuh kenikmatan ketika Eca secara halus meremasnya.

Dia menggerakkan tangannya ke bahuku, menariknya ke arah atas, melewati kepalaku. Sesudah tanganku menyentuh palang yg ada di atas kepala tempat tidur, Eca tersenyum nakal. Dia mengambil dasi Ndoet yg ada di situ, lalu dengan cepat melingkarkannya di pergTinoanku, mengikatku di ujung tempat tidur.

gue menahan nafas, merasakan sesuatu perasaan takut. gue merasa sangat ngga nyaman dengan perlakuan Eca ini. Tanganku sedikit sakit karena ikatan yg kencang itu. Dia pasti menyadarinya. Dia memandangku dengan lembut dan perlahan menelusuri tubuhku dengan jemarinya.

“Jangan khawatir”, katanya. “gue tak akan menyakitimu. Dan, kamu akan menikmati ini.”

Dia berbaring di sebelahku dan memelukku. Tubuhnya yg langsing terasa hangat, payudaranya menekan tubuhku. Waktu dia memeluk pahaku dengan kakinya, gue merasakan kelembutan bulu-bulu kemaluannya, lalu kehangatan memek nya yg digosok-gosokkan ke pahaku. gue menjadi rileks dan mulai menghayatinya.

Eca menijilati dan menghisap dadaku, gue mengerang senang. gue menjadi sangat terangsang. Salah satu tangannya menjalar ke bagian sTinokanganku dan gue mendengus saat jarinya menyentuh itil gue yg basah. Menekannya di antara labiaku, dan memasukkannya ke dalam lubang kemaluanku. Sentuhannya sungguh seksi, gue hampir aja mencapai orgasme.

gue sedikit kaget ketika mulutnya menekan bibirku. Bibirnya yg lembut terbuka, dan lidahnya menerobos mulutku. gue mulai merasakan kenikmatan yg dihantarkan lidahnya. Kubiarkan dia menciumku, dan beberapa waktu kemudian, gue membalas kecupannya. Tangannya terus mengelus-elus memek gue. gue mencoba untuk mengalungkan lengan ke tubuhnya, tapi ikatan yg dibuatnya sangat kencang. gue hanya dapat merintih di bawah pengaruh sentuhan dan ciumannya.

Eca menarik mulutnya dariku dan gue membuka mataku yg tadi terpejam menghayati perlakuannya. Dia memandangku dengan tatapan liar.

“Kamu akan menjadi pemakai pertama dari dildo ini, Maggie”, katanya.
“Kau akan menyukainya.”
“Tapi Ca..”

Sia-sia gue menolak. Eca udah menaruhnya di bibir memek gue.

“Tadi kau udah memuaskanku. Sekarang giliranmu. Nikmatilah, Maggie.”

Kemudian kusaksikan Eca menarik kembali dildo itu, membawanya ke mulutnya. gue melihatnya menjilati dan menghisapnya seperti itu kontol sejati. Dia mengeluarkan dildo dari mulutnya dan menyentuhkan kepala dildo itu ke mulutku.

Mulutku terbuka dan Eca menekan kepala ‘kontol ‘ yg besar itu ke dalam. “Yach, begitu Maggie”, katanya. “Hisaplah kejantanan ini. Hisaplah kontol besar ini. Kau menyukai kontol yg besar berada di mulutmu, bukan?” gue kagak bisa menjawab dengan kata-kata, tapi responku cukup jelas. Waktu Eca mengayunkan dildo itu keluar masuk mulut dan kerongkonganku, gue menghisapnya dan melenguh dengan penuh kenikmatan. gue membuka mata dan melihat Eca memainkan memek nya dengan tangan yg satu lagi. memek gue sendiri udah benar-benar banjir dan gue frustasi karena tak dapat menyentuhnya dengan tanganku untuk melepaskan tekanan nafsu syahwat yg menggebu-gebu itu.

Eca menyadarinya. Dia mengeluarkan dildo dari mulutku dan memainkannya di bibirku.

“Kamu siap dimasuki dildo ini?” dia bertanya.
“Yaa!” gue berteriak serak. gue udah benar-benar kepingin membenamkan dildo itu ke memek gue, seperti gue kagak pernah disetubuhi sebelumnya.

Mulut Eca kembali menciumi mulutku, dan gue membalas dengan penuh nafsu. Sementara itu, gue merasakan Eca membawa dildo itu ke arah sTinokanganku. Kepala dildo yg halus dan licin itu menyentuh labiaku yg basah dan lalu menekannya di antara kedua bibir memek gue. Eca duduk, untuk membuatnya lebih mudah memasukkan benda itu ke tubuhku.

“aahg, aaghh”, gue merintih, nafasku kagak beraturan.

Eca menunjukkan dildo yg udah 17 centimeter masuk ke dalam liang memek gue. Dia perlahan-lahan, ooh, perlahan-lahan sekali menarik keluar benda itu, hampir keseluruhannya, lalu dengan perlahan-lahan kembali memasukkannya, lebih dalam, lebih dalam lagi.

gue kagak tahan lagi. Makin terangsang. gue kagak pernah berbicara ‘kotor’ kalau sedang ngentot dengan Daud atau dengan pacar-pacarku yg dulu-dulu, tapi Eca membuatku putus asa dan meminta untuk benar-benar disetubuhi.

“Oooh. aahh”, gue menjerit.

Dia mulai Kocokin dengan cepat dan kasar dildo itu di dalam memek gue. Tangannya menggenggam dildo itu kencang. Tinjunya menghantam bagian luar memek gue, membuatku bertambah nikmat. gue merasa bagian dalam memek gue tertarik keluar saat dildonya ditarik. gue menikmati kekasaran dan kenikmatan seks yg dibuat Eca.

“ohh ngentot! entot memek gue! Kasari gue! Masukkan Ca! Tekan! Jangan pernah kau keluarkan!” Kamar tidur Eca itu menggemakan segala kata-kata kotor yg keluar dari mulutku.

(gue dilarang Tino menceritakan teriakanku dengan mendetail. Dia beraliran softcore, kurasa.)

Eca kagak perlu petunjuk apa pun. Dia mulai Kocokin dengan cepat dan kasar dildo itu di dalam memek gue. Tangannya menggenggam dildo itu kencang. Tinjunya menghantam bagian luar memek gue, membuatku bertambah nikmat. gue merasa bagian dalam memek gue tertarik keluar saat dildonya ditarik. gue menikmati kekasaran dan kenikmatan seks yg dibuat Eca.

Hanya butuh waktu beberapa menit untuk membuatku puas secara total. gue mengalami orgasme yg kurasakan sangat berbeda. gue jarang bisa mendapatkan multiple orgasme, tapi kali ini mungkin empat atau lima kali puncak kenikmatan itu kurasakan. gue kagak tau mana yg duluan terjadi. gue yg udah orgasme, atau Eca yg udah kehabisan energi entotin dildo itu ke memek gue. Dia rebah di sampingku yg masih terikat. Dildonya masih tertancap di memek gue. Eca memeluk pahaku dengan kakinya, lalu menggosok-gosokkan memek nya kepadaku. Sampai akhirnya dia juga mencapai orgasme.

Dia terbaring kelelahan, kagak bergerak. gue khawatir dia langsung tidur, dan gue harus terikat sepanjang malam. Akhirnya Eca bergerak, menjauh dari tubuhku yg penuh keringat. Dia menciumku cukup lama sambil tangannya membuka ikatan tanganku. Tanganku terbebas, gue memeluknya dan menariknya ke tubuhku. Kami berciuman kembali. gue mengeluarkan dildo dari ‘sarang’nya, saat itu Tino menelepon.

“Did you two enjoy my present, ladies?” Terdengar dia tertawa, kami hanya tersenyum. gue mencium Eca, dan kami tertidur saling berpelukan.

Waktu terbangun esok harinya, gue mulai ragu dengan kehidupan normalku. gue misuh-misuh ke Tino. Dia yg memulai semua ini. Tapi Tino pula yg akhirnya meyakinkanku, kalau kadang kita emang butuh sesuatu yg beda. Buktinya, gue bakalan kawin dengan Daud beberapa bulan lagi.,,,,

Related posts